Membumikan Karakteristik Santri di Bumi Pertiwi

Selasa, 25 Oktober 2016
Penulis:

281 kali dilihat

38 kali dibagikan

no image

Taupik Hidayat 

(Penyusun Bahan Siaran dan Pemberitaan Kemenag Kabupaten Majalengka/Alumni Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya)

Berpakaian sederhana, bersarung, pakai koko, pakai kopiah, dan apa adanya merupakan refleksi penampilan santri yang masih melekat dibenak masyarakat kita sampai saat ini. Bahkan tak jarang santri masih dianggap kaum termarjinalkan, tradisional, kumuh dan terbelakang. Stigma itulah yang harus dikikis habis dari santri di bumi pertiwi ini.

Terlepas dari stigma yang masih melekat tersebut, ada karakter santri yang harus dijaga dan ditanamkam sampai kapanpun, yakni sikap mandiri, ikhlas, dan sederhana. Tiga karakteristik itulah yang menjadikan santri begitu kokoh dan tangguh dalam setiap terpaan zaman. Tengok saja santri sebelum kemerdekaan, saat merebut kemerdekaan dan saat mengisi kemerdekaan, mereka dengan kemandiriannya, dengan keikhlasannya dan dengan kesederhanaannya mampu eksis dan berkarya dalam setiap kondisi kehidupan. Bahkan Pondok Pesantren yang merupakan basisnya santri dianggap sebagai pusat pendidikan Islam paling tua dan paling mandiri di bumi pertiwi ini, bahkan mereka pula lah yang paling ditakuti oleh kaum kolonial.

Bumi pertiwi harusnya bangga memiliki kiai, santri dan Pesantren. Pasalnya ditangan merekalah bangsa ini lahir, bangsa ini kuat, ditangan merekalah umat ini kuat, dan di tangan mereka pula lah bumi pertiwi ini aman sejahtera. Satu hal yang perlu diingat dan dicatat oleh kita semua bahwa founding father bangsa ini didominasi oleh para kiai dan kaum santri. Meskipun jasa mereka tidak tercatat dalam buku sejarah, namun kemerdekaan NKRI ini fakta yang tak terbantahkan adanya eksistensi santri, kiai dan pesantren. ALLAHU AKBAR.

Alhamdulillah, belakangan ini "santri" menjadi begitu populer. Namanya kerap muncul dalam berbagai pemberitaan, baik di media elektronik maupun di media cetak. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo secara resmi menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional melalui Keppres No.22 Tahun 2015 yang dilakukan di Masjid Istiqlal Jakarta, Kamis, 22 Oktober tahun 2015 lalu.

Tanggal 22 Oktober merujuk pada satu peristiwa bersejarah yakni seruan yang dibacakan oleh Pahlawan Nasional KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Seruan ini berisikan perintah kepada umat Islam untuk berperang (jihad) melawan tentara Sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Republik Indonesia pasca-Proklamasi Kemerdekaan. Disitulah muncul semangat jihad yang luar biasa, muncul semangat nasionalisme yang tinggi dan mereka tampil sebagai garda terdepan dalam mempertahankan NKRI. Bagi mereka NKRI harga mati.

Point penting catatan singkat ini adalah penetapan Hari Santri Nasional merupakan pengakuan resmi pemerintah Indonesia atas peran besar umat Islam dalam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta menjaga NKRI. Ini sekaligus merevisi beberapa catatan sejarah nasional, terutama yang ditulis pada masa Orde Baru, yang hampir tidak menyebut peran ulama dan kaum santri. 

Kini, perlawanan melawan penjajah itu sudah tiada, namun saat ini santri dihadapkan dengan kemajuan zaman yang pesat. Santri tak boleh lagi tertinggal dan tak boleh lagi termarjinalkan. Hari Santri jadikan momentum untuk menjadikan santri sebagai garda terdepan dalam setiap sendi kehidupan. Santri harus berkiprah dalam pendidikan, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. 

Satu hal lagi yang menjadi harapan besar dari ditetapkannya Hari Santri Nasional ini adalah Karakteristik Santri harus menjadi Karakteristik bangsa. "Mandiri, Ikhlas, dan sederhana merupakan karakteristik santri yang harus membumi di bumi pertiwi yang tercinta ini.

"SELAMAT HARI SANTRI NASIONAL 2016"
"Dari Pesantren Untuk Indonesia"