Oleh : H. Deni Firman Nurhakim
(Kepala KUA Kec. Cibuaya, Kantor Kemenag Kab. Karawang)
Tidak terasa, kita sudah berada di penghujung Ramadan, tepatnya di sepuluh hari terakhir Ramadan 1444 H. Mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, di sepuluh hari terakhir ini seyogyanya kita semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kita. Siti Aisyah r.a, Isteri Nabi Muhammad SAW menuturkan:
“Apabila sudah masuk sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan, Rasulullah SAW membangunkan keluarganya, ‘mengencangkan sarungnya’, dan menghidupkan malamnya†(H.R. Bukhori).
Namun patut disayangkan, sunnah
Nabi tersebut kemudian dipersempit sebatas menunggu dan berburu lailatul qodar. Benar, tidak salah bila
kita mengharapkan bertemu dengan malam yang lebih baik dari seribu bulan
tersebut. Namun, akan menjadi keliru bila ibadah-ibadah yang dilakukan itu sepenuhnya
diorientasikan hanya untuk memperoleh lailatul
qodar, BUKAN karena iman (iimaanan)
dan mengharapkan keridhaan Allah SWT (wahtisaaban).
Makna Lailatul Qodar
Kalau kita sepakat dengan tafsir kata “lailatul qodar†yang menunjukkan
arti malam kemuliaan/malam penentuan, itu artinya llailatul qodar terjadi pada waktu malam hari. Dan pengertian “malamâ€Â
itu mulai terbenam matahari hingga terbit fajar. Dengan demikian, tanpa ditunggu
dan diburu pun malam qodar --sama
seperti malam-malam lainnya-- akan datang dan menyapa seluruh manusia tanpa
terkecuali.
Bedanya, ada yang merasakan sapaan lailatul qodar tersebut dengan jelas, ada juga yang kurang jelas. Bahkan, ada yang
sama sekali tidak jelas. Yang membedakan penerimaan mereka adalah kadar
kejernihan hati masing-masing. Bila diibaratkan, hati itu bagaikan antena TV.
Semakin baik hati kita, maka semakin bagus daya tangkapnya terhadap energi
positif lailatul qodar. Namun
sebaliknya, semakin kusam hati kita, maka semakin buruk daya tangkapnya terhadap
energi positif yang dipancarkan lailatul qodar.
Kebeningan Hati
Dengan demikian, agar bisa meraih kemuliaan malam qodar, modal terpentingnya adalah hati yang bening. Untuk mengukur
kebeningan hati, Ibnu Qoyyim dalam kitabnya “Ar-Ruh†menguraikan:
“Hati yang telah mencapai kedamaian dan ketentraman
bisa mengantarkan pemiliknya dari ragu kepada yakin; dari kebodohan kepada ilmu; dari lalai kepada ingat; dari khianat kepada amanat; dari riya kepada ikhlas; dari lemah kepada teguh, dan dari sombong kepada tahu diriâ€Â.
‘Alaa kulli haal, daripada sibuk menerka-nerka kapan persisnya datang lailatul qodar, lebih baik kita terus menata hati kita agar bersih
dari sifat-sifat tercela, juga meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kita
ikhlas semata karena Allah SWT. Sehingga saat lailatul qodar datang menyapa, kita merasakan sapaan tersebut
dengan jelas, sejelas-jelasnya.
Pada akhirnya, lailatul qodar pun menjadi entry point terbentuknya pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Wallaahu a’lamu bis showaab.