Perlukah Berburu Lailatul Qodar ?

Jumat, 14 April 2023
Penulis:

66 kali dilihat

76 kali dibagikan

Oleh : H. Deni Firman Nurhakim

(Kepala KUA Kec. Cibuaya, Kantor Kemenag Kab. Karawang)


Tidak terasa, kita sudah berada di penghujung Ramadan, tepatnya di sepuluh hari terakhir Ramadan 1444 H. Mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, di sepuluh hari terakhir ini seyogyanya kita semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kita. Siti Aisyah r.a, Isteri Nabi Muhammad SAW menuturkan:


“Apabila sudah masuk sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan, Rasulullah SAW membangunkan keluarganya, ‘mengencangkan sarungnya’, dan menghidupkan malamnya” (H.R. Bukhori).


Namun patut disayangkan, sunnah Nabi tersebut kemudian dipersempit sebatas menunggu dan berburu lailatul qodar. Benar, tidak salah bila kita mengharapkan bertemu dengan malam yang lebih baik dari seribu bulan tersebut. Namun, akan menjadi keliru bila ibadah-ibadah yang dilakukan itu sepenuhnya diorientasikan hanya untuk memperoleh lailatul qodar, BUKAN karena iman (iimaanan) dan mengharapkan keridhaan Allah SWT (wahtisaaban).


Makna Lailatul Qodar

Kalau kita sepakat dengan tafsir kata “lailatul qodar” yang menunjukkan arti malam kemuliaan/malam penentuan, itu artinya llailatul qodar terjadi pada waktu malam hari. Dan pengertian “malam” itu mulai terbenam matahari hingga terbit fajar. Dengan demikian, tanpa ditunggu dan diburu pun malam qodar --sama seperti malam-malam lainnya-- akan datang dan menyapa seluruh manusia tanpa terkecuali.

Bedanya, ada yang merasakan sapaan lailatul qodar tersebut dengan jelas, ada juga yang kurang jelas. Bahkan, ada yang sama sekali tidak jelas. Yang membedakan penerimaan mereka adalah kadar kejernihan hati masing-masing. Bila diibaratkan, hati itu bagaikan antena TV. Semakin baik hati kita, maka semakin bagus daya tangkapnya terhadap energi positif lailatul qodar. Namun sebaliknya, semakin kusam hati kita, maka semakin buruk daya tangkapnya terhadap energi positif yang dipancarkan lailatul qodar.


Kebeningan Hati

Dengan demikian, agar bisa meraih kemuliaan malam qodar, modal terpentingnya adalah hati yang bening. Untuk mengukur kebeningan hati, Ibnu Qoyyim dalam kitabnya “Ar-Ruh” menguraikan:


“Hati yang telah mencapai kedamaian dan ketentraman


bisa mengantarkan pemiliknya dari ragu kepada yakin; dari kebodohan kepada ilmu; dari lalai kepada ingat; dari khianat kepada amanat; dari riya kepada ikhlas; dari lemah kepada teguh, dan dari sombong kepada tahu diri”.


‘Alaa kulli haal, daripada sibuk menerka-nerka kapan persisnya datang lailatul qodar, lebih baik kita terus menata hati kita agar bersih dari sifat-sifat tercela, juga meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kita ikhlas semata karena Allah SWT. Sehingga saat lailatul qodar datang menyapa, kita merasakan sapaan tersebut dengan jelas, sejelas-jelasnya.

 Pada akhirnya, lailatul qodar pun menjadi entry point terbentuknya pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Wallaahu a’lamu bis showaab.