Urgensi Zakat di Tengah Pandemi Covid-19

Sabtu, 18 April 2020
Penulis:

605 kali dilihat

58 kali dibagikan

Release OPINI

 

Urgensi Zakat di Tengah Pandemi Covid-19

 

Cinere (INMAS Depok)

 

إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَرَنَ ثَلاَثَةَ أَشْيَاءَ بِثَلاَثَةَ أَشْيَاءَ، فَلَمْ يَقْبَلْ وَاحِدَةً مِنْهَابِدُونِ الْأُخْرَى. فَقَالَ تَعَالَى: (1) أَقِيمُواالصَّلَاةَ وَآتُواالزَّكَاةَ، وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: (2) وَأَطِيعُوااللهَ وَأَطِيعُواالرَّسُولَ، وَقَالَ تَعَالَى: (3) أَنِ اشْكُرْلَيْ وَلِوَالِدَيْكَ.

 

“Sungguh Allah Swt mengiringi tiga hal dengan tiga hal lainnya, Dia tidak akan menerima salah satunya tanpa disertai dengan yang lainnya. Allah Swt berfirman dalam Al-Quran: (1)  dirikanlah shalat dan tunaikan pula olehmu zakat; (2) taatilah Allah dan taati pula Rasul-Nya; (3) bersyukurlah pada-Ku dan juga kepada kedua orang tuamu.”

 

Pandemi Covid-19 yang melanda negeri kita dan belahan dunia lainnya, bukan hanya berdampak secara ekonomis kepada masyarakat menengah ke bawah dengan pemberlakuan aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang ketat di ibukota dan kota-kota penyangga sekitarnya semakin mempersempit ruang gerak mereka untuk mencari nafkah, bahkan sudah banyak dari mereka yang harus dirumahkan tanpa membawa pesangon apapun dari tempat mereka mengais rezeki.

 

Di satu sisi, mereka harus mematuhi himbauan pemerintah agar penyebaran covid-19 dapat sesegara mungkin terkendali, dengan cara bekerja, belajar, dan bahkan beribadah yang bersifat komunal dilakukan di rumah.

 

Akan tetapi di sisi yang lain, gerak roda kehidupan meski tinggal di rumah pun bersama keluarga harus tetap berlanjut. Belajar dan bekerja secara daring butuh pulsa, uang sewa kontrakkan harus tetap dibayar, belum lagi tagihan listrik, cicilan bulanan, serta pengeluaran-pengeluaran rutin lainnya. Apalagi kebutuhan yang paling mendasar, yaitu tetap menjaga stamina dan kebugaran tubuh supaya tetap sehat dan fit dengan makan dan minum yang bergizi juga butuh biaya. Sementara penghasilan sudah tak sebanding dengan pengeluaran. “Besar pasak daripada tiang”, begitulah kira-kira peribahasa yang pas untuk menggambarkan kondisi masyarakat saat ini.

 

Tentu konsekuensi logis penerapan PSBB oleh pemerintah harus pula mempertimbangkan hal di atas. Maka, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan seluruh warga negaranya dapat melewati ujian berupa wabah corona ini dengan tangguh dengan cara menjalankan prosedur jaminan sosial kepada masyarakat terdampak covid-19 untuk sesegera mungkin diprioritaskan.

 

Namun, karena keterbatasan anggaran Negara yang sudah banyak terbebani untuk penanganan tanggap darurat kesehatan berskala nasional, maka hanya mengandalkan dan menunggu bantuan dari pemerintah saja di tengah pandemi Covid-19 yang belum dapat dipastikan kapan berakhirnya ini adalah sesuatu yang sangat absurd sekali.

 

Oleh karena itu, sebagai bangsa yang memiliki falsafah hidup saling gotong-royong dan memegang teguh prinsip-prinsip ajaran agama untuk menebarkan kasih sayang bagi seluruh alam, dimana semua tokoh lintas agama pun sepakat memandang wabah ini murni sebagai musibah dari Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menguji sejauh mana nilai-nilai keimanan kita mewujud dalam bentuk aksi nyata saling bahu-membahu di antara semua komponen bangsa, tak pandang bulu dari suku, agama, atau  ras apapun. Semuanya diharapkan tetap bersatu dan selalu bersinergi dalam menjaga, memelihara, dan merawat keberlangsungan Negara kita ini supaya tetap kokoh berdiri dan berdaulat dalam melawan corona.

 

Sebagai seorang muslim yang taat dan dianugerahi pula oleh Allah Swt dengan karunia yang lebih dari kebutuhan, mari sama-sama kita bantu saudara-saudara muslim kita yang terdampak langsung secara ekonomis, agar jangan sampai musibah covid-19 ini berdampak pula secara psikologis buat mereka, apalagi yang rawan krisis akidah sehingga berujung pada fatalism, menganggap kehidupan di dunia ini serba salah, tiada bermakna sama sekali, maka untuk alasan apa tetap bertahan hidup?

 

Ingat! Perintah Allah untuk menegakkan shalat dalam beberapa ayat Al-Quran selalu beriringan dengan perintah-Nya kepada kita untuk menunaikan zakat.

 

Itulah urgensinya, KH Ma’ruf Amin selaku Wakil Presiden beberapa waktu yang lalu menghimbau kepada para aghniya muslim untuk menyegerakan waktu mengeluarkan zakat hartanya sebelum bulan Ramadhan tiba.

 

Dalam beberapa riwayat, banyak disebutkan Nabi Saw bersabda: “Tiada iman bagi mereka yang tidak menegakkan shalat. Tiada shalat bagi mereka yang tidak mengeluarkan zakat.”

 

 Zakat adalah bagian dari sedekah yang bersifat wajib. Sedekah berasal dari bahasa Arab, shadaqa, yang memiliki arti benar.

 

Redaksi hadis di atas bila dipahami sesungguhnya adalah ujaran menohok buat kita, bahwa kita baru disebut orang yang benar dalam beragama, manakala mampu menyelaraskan antara peran personal kita dalam ‘ubudiyah shalat dan tanggung jawab sosial dalam mu’amalah zakat.

 

Bila selama ini kita masih menempatkan puasa Ramadhan di posisi ketiga sementara zakat di posisi keempat, lantaran terbawa hafalan masa kanak-kanak dulu, maka  alhasil zakat yang dimaksud banyak dikonotasikan sebagai kewajiban zakat fitrah saja yang memang harus dikeluarkan di setiap penghujung Ramadhan.

 

Sudah saatnya kita sesuaikan urutannya menjadi : (1) syahadat; (2) shalat; (3) zakat; (4) puasa Ramadhan; dan (5) haji ke Baitullah sebagaimana bunyi hadis :

"بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصوم رمضان، وحج البيت من استطاع إليه سبيلاً"،

 

Semoga dengan menunaikan zakat mal (harta) sebelum Ramadhan tiba yang diniati untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19, menjadi sedekah tolak bala untuk keselamatan seluruh anak bangsa, sehingga kita dapat menjalani ibadah Ramadhan di tahun ini dengan penuh kekhusyukan dan memperoleh ampunan serta pahala yang berlipat ganda! Aamiin.

 

Kontributor        : H. Ahmad Zaky Mubarok, S. Ag, MA (Penyuluh Agama Fungsional Kec. Cinere Kota Depok)

Editor                    : Lan Stiawan