Oleh: Rudi Sharudin Ahmad, M.Ag
(Penyuluh Agama Islam Fungsiomal Kab. Cirebon,
Alumnus Pondok Pesantren Kulliyyatul Mu’llimin Al-Mutawally Kuningan, Pengajar Utama di Rumah
Tahfidz Al-Hidayah Kec. Ciledug)
Para pemuda ibarat ruh dalam setiap tubuh komunitas
dan kelompok, Mereka merupakan motor penggerak akan kemajuan sebuah negara.
Makanya tidak heran, jika ada yang mengatakan bahwa sebuah negara akan menjadi
kuat eksistensinya, ketika para pemudanya mampu tampil aktif dan dinamis di
tenga-tengah masyarakat.
Tongkat
estafet bangsa dan negera ini akan terus berganti dari masa ke masa, seiring
dengan pergantian generasi. Oleh sebab itu, dibutuhkan sosok generasi yang
tangguh dan ulet untuk mengemban amanah besar ini. Pemuda, dengan segala
kelebihan dan keistimewaannya sangat diharapkan untuk dapat mewujudkan
cita-cita nasional menuju bangsa yang bermartabat dan berdaulat secara utuh.
Tentunya
pemuda yang dimaksud adalah mereka yang mempunyai jiwa nasionalisme,
patriotisme serta didukung dengan komitmen moral yang kokoh. Semangat juang
pemuda pada tahun 1928 yang dideklarasikan sebagai sumpah pemuda dapat menjadi
titik tolak memacu semangat untuk melangkah. Semangat sumpah pemuda harus di
reaktualisasi di saat sekarang ini. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa roda
pembangunan kedaulatan indonesia tidak terlepas dari campur tangan para
pemudanya. Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 adalah salah
satu hasil jerih para kaum muda dalam mendesak Soekarno untuk segera memproklamirkannya.
Sosok
pemuda yang diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan karakter bangsa
dan negara tidak jauh dari sosok pemuda para pendahulunya. Hanya saja konteks
peran aktif itu mungkin bisa menjadi berbeda dan lebih beragam di zaman sekarang
ini.
Seiring
dengan derasnya arus globalisasi, yang menjadikan dunia ini semakin sempit,
maka di waktu yang sama hal itu akan membawa sebuah konsekwensi; baik positif
atapun negatif. Kita tidak akan membicarakan mengenai konsekwensi positif dari
globalisasi saat ini. Karena hal itu tidak akan membahayakan rusaknya moral
generasi muda. Namun yang menjadi perhatian kita adalah efek atau dampak
negatif yang dibawa oleh arus globalisasi itu sendiri yang mengakibatkan
merosotnya moral para remaja saat ini.
Dekadensi Moral
 Diantara sekian banyak indikator akan rusaknya
moral generasi suatu bangsa adalah semakin legalnya tempat-tempat hiburan malam
yang menjerumuskan anak bangsa ke jurang hitam. Bahkan bukan merupakan hal yang
tabu lagi di era sekarang ini, hubungan antar muda-mudi yang selalu diakhiri
dengan hubungan layaknya suami-isteri atas landasan cinta dan suka sama suka.
Sebuah fenomena yang sangat menyedihkan tentunya ketika prilaku semacam itu
juga ikut disemarakkan oleh para muda-mudi yang terdidik di sebuah istansi
berbasis agama. Namun itulah fenomena sosial yang harus kita hadapi di era yang
semakin bebas dan arus yang semakin global ini.
 Dengan perkembangan teknologi yang semakin
canggih, akan semakin memudahkan para remaja untuk mengakses hal-hal yang
mendukung terciptanya suasana yang serba bebas. Hal-hal yang dahulu di anggap
tabu dan masih terbatas pada kalangan tertentu, kini seakan sudah menjadi
konsumsi publik yang dapat diakses di mana saja. Sebagai contoh konkrit adalah
merebaknya situs-situs berbau pornografi dapat dengan mudah dikonsumsi oleh
para pengguna internet. Memang di satu sisi tidak bisa dinafikan, bahwa internet
memberikan kontribusi besar dalam perkembangan moral dan intelektual. Akan
tetapi dalam waktu yang sama, internet juga dapat menghancurkan moral,
intelektual dan mental generasi sebuah negara.
 Negara kita sedang mengalami ancaman badai
yang sangat mengkhawatirkan. Peredaran minuman keras (miras) dan narkoba pun
semakin hari semakin mengarah pada peningkatan yang signifikan. Tidak jarang
kita baca, dengar, atau lihat dalam beberapa media cetak dan elektronik akan
tindak kriminal yang bersumber dari penggunaan kedua jenis barang di atas.
Kurva peningkatan peredaran miras dan narkoba itu tidak terlepas dari dampak
negatif semakin mengguritanya tempat-tempat hiburan malam yang tersaji manis di
hampir sudut kota-kota besar.
Bahkan ironisnya,
peredaran itu sekarang tidak hanya terbatas pada kalangan tertentu, namun sudah
merebah kepada anak-anak yang dikategorikan masih di bawah umur. Ada beberapa dampak negatif atau kerugian bagi pecandu
miras dan narkoba.
ÂÂ
Pemuda sebagai
Agent of Change
Ada
sebuah adagium bahwa pemuda itu ibarat sabun. Pemuda itu licin dan gampang
mencolot, terkadang bisa lembek dan tergelincir jatuh. Namun Pemuda bisa jadi
adalah singa yang bisa diajak berkomunikasi, berteman dan namun ada kesalahan
ia akan menyerang dengan beringas. Perannya sebagai â€ÂSinga†ini bisa kita lihat
dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang menempatkan peran pemuda dalam
posisi dominan dan monumental. Di era
pra-kemerdekaan maupun di era kemerdekaan, pemuda selalu tampil dengan jiwa
kepeloporan, kejuangan, dan patriotismenya dalam mengusung perubahan dan
pembaharuan. Karya-karya monumental pemuda itu dapat ditelusuri melalui
peristiwa bersejarah antara lain; Boedi Oetomo (20 Mei 190 yang kemudian
diperingati sebagai Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928),
Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945), transisi politik 1966, dan Gerakan
Reformasi 1998.
 Peristiwa lahirnya Boedi Oetomo 1908 menjadi
bukti bahwa pemuda Indonesia memiliki inisiatif untuk mengubah peradaban
bangsanya. Ketika itu, menyaksikan metoda perjuangan kemerdekaan yang masih
mengandalkan sentimen kedaerahan (etnosentrisme), pemuda berinisiatif untuk
mengubah strategi perjuangan kemerdekaan dalam konteks peradaban yang lebih
maju, yakni dengan memasuki fase perjuangan berbasis kesadaran kebangsaan
(nasionalisme), untuk menggantikan semangat kedaerahan yang bersifat sporadis
dan berdimensi sempit.
 Pada peristiwa Sumpah Pemuda 1928, pemuda
kembali menunjukkan perannya sebagai pengubah peradaban bangsa. Sumpah Pemuda
merupakan fase terpenting yang dicetuskan pemuda dalam prosesi kelahiran
nation-state Indonesia. Secara prinsip, Sumpah Pemuda merupakan kesepakatan
sosial (social agreement) dari segenap komponen rakyat demi melahirkan entitas
“Indonesiaâ€Â. Yang kemudian disusul oleh kesepakatan politik Para Pendiri Bangsa
berupa Proklamasi Kemerdekaan 1945 yang melahirkan negara Indonesia merdeka
yang berbasiskan pada platform dasar: NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 yang
ber-Bhinneka Tunggal Ika.
 Jelaslah bahwa
gerakan moral untuk menuju Indonesia ke arah yang lebih baik nampaknya sangat
membutuhkan sokongan generasi muda. Tanpa andil dari kaum muda, gerakan itu
pasti akan terasa pincang. Peran aktif di masa mendatang juga ada di tangan
generasi muda. Maka pemuda sering dianggap sebagai generasi penerus pemegang
tali estafet. Wallahu ‘Alam bil Ash-Shawab.