Oleh: Rudi Sharudin Ahmad, M.Ag
(Penyuluh Agama Islam Fungsiomal Kab. Cirebon,
Alumnus PonPes Kulliyyatul Mu’llimin Al-Mutawally Kuningan)
           Bersikap
saling menghormati dalam interaksi sosial merupakan suatu pemahaman yang harus
diutamakan.  Apalagi di Indonesia yang
notabene negara yang memiliki beragam suku, ras dan agama. Topik ini menjadi
menarik dibahas ketika tidak sedikit pihak yang tidak senang menyatakan intoleran
dikaitkan dengan agama. Misal ungkapan “Islam agama yang intoleran, ekstrem,
dan bahkan radikal.â€Â
           Pandangan
tersebut tidak bisa dibendung sebab isu ini telah berkembang sejak lama.
Kesalahan dalam membuat kesimpulan oleh para pengkritik Islam berdasarkan pada
kenyataan di lapangan yang dilakukan oleh sebagian kecil umat Islam yang
melakukan tindakan kekerasan mengatasnamakan jihad. Oleh karena itu, umat Islam
harus mampu mengembalikan hakikat toleransi dalam kacamata Islam. Sebab,
istilah toleransi tidak terdapat dalam Islam, begitupun istilah modern yang
lahir dari Barat. Istilah-istilah tersebut merupakan respon sejarah yang
meliputi kondisi politis, social dan budaya yang khas dengan berbagai penyelewengan
dan penindasan. Karena itu, sulit untuk menemukan padanan kata yang tepat dalam
Bahasa Arab, hanya saja ada beberapa kalangan yang menggunakanistilah tasamuh
dalam mengartikan toleransi. Pada kamus Inggris-Arab tasamuh dimaknai
dengan tolerance. Namun jika kita merujuk pada kamus Bahasa Inggris akan
didapati makna asli tolerance yaitu “to endure without protest†(menahan
perasan tanpa protes).
Keberadaan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin sebetulnya
sudah cukup memberikan pesan bahwa Islam adalah agama yang membawa kedamaian
dan menjauhi konflik. Dalam istilah agama yang kekinian adalah moderat dan
menghormati keberagaman perbedaan, menghormati kehormatan, memelihara persatuan
dan kerukunan baik secara intern maupun ekstern. Hal tersebut juga tercermin
dalam sikap baginda Muhammad SAW yang tidak membeda-bedakan hak kelompok atau
golongan tertentu baik sebagai umat beragama maupun manusia (Q.S Al-Hujurat:13).
Q.S Al-Mumtahanah:28 memberikan informasi kepada umat
beragama bahwa Islam tidak melarang membantu dan berhubungan baik dengan
pemeluk agama lain dalam bntuk apapun selama tidak berkaitan dengan akidah dan
ibadah (mahdlah). Konsep tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW
bagaimana beliau berkomunikasi secara baik dengan orang-orang umat beragama
lain. Wujud toleransi seperti ini semakin dikuatkan dengan kebijakan bahwa
tidak ada paksaan dalam beragama. Nabi Muhammad dan juga para ulama sebagai ahli
waris para nabi hanya sebagai pemberi informasi bukan pemkasa, sebagaimana
firman Allah dalam Q.S Al-Ghasyiyah: 21; “Maka berilah peringatan, karena sesuangguhnya
kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa
memaksa mereka.â€Â
Ayat tersebut dengan jelas memberikan kebebasan kepada
orang lain untuk memeluk agama lain meskipun dalam pandangan umat muslim bahwa Islam
satu-satunya agama yang paling benar. Dari pengalaman sejarah yang dilandasi
dengan ayat-ayat dan hadits nabi SAW., jelas bahwa Islam sangat menghargai sikap
toleransi sebagaimana yang dicontohkan dalam diri Nabi Muhammad saw yang
menggabarkan bahwa penyebaran Islam di atas muka bumi ini benar-benar mendidik
manusia untuk saling menghargai dan menghormati antara sesama manusia yang
beragama tanpa kebencian. Wallahu ‘Alam bi al-Shawab.