Oleh : Dr. Yusep Solihudien, M.Ag.
(Penyuluh Agama
Fungsional /Sekum MUI Purwakarta)
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah dibangun
dengan pengorbanan yang tulus dan ikhlas para pahlawan kita. Dalam lintasan
sejarahnya, NKRI kita telah banyak diganggu oleh berbagai upaya dalam maupun luar
negeri agar NKRI ini bubar. Rongrongan demi rongrongan untuk membubarkan NKRI
akan terus berlanjut. Ditengah sudah bubarnya berbagai kekuatan negara kesatuan
dibelahan negara lain. Menurut Puslitbang Kemenag RI, Ada dua faktor yang bisa
menyebabkan terjadi konflik, Pertama faktor non agama, kesenjangan ekonomi, kepentingan politik dan
konflik sosial dan budaya. Kedua, faktor keagamaan, diantaranya, penyiaran agama, bantuan
keagamaan luar negeri, perkawinan beda agama, pengangkatan anak, pendidikan
agama, perayaan hari besar keagamaan, pemakaman jenazah, penodaan agama, kegiatan
kelompok sempalan, transparansi info keagamaan dan pendirian rumah ibadah. Sisi
lain, serangan teknologi informasi internet memberikan juga ancaman konflik
antara pemeluk internal agama dan konflik antara agama makin terbuka lebar.
Aneka konflik ini bisa berujung pada terancamnya NKRI dan disintegrasi bangsa.
Menurut Leopod Von Wiese (1987:89) bahwa konflik adalah
suatu proses sosial dimana orang atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi
apa yang menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan
ancaman dan kekerasan. Salah satu sumber konflik yang dapat menggoyahkan NKRI
itu antara lain, konflik yang bersumber dalam keagamaan. Motif agama akan
menggoyahkan NKRI karena disertai makna “perang suciâ€Â. Realitas empiric konflik
ditarik kedalam tataran klaim kebenaran dan perang suci atas nama tuhan yang
akan menimbulkan konflik horizontal berdarah. Perang klaim kebenaran (truth
claim) pemahaman keagamaan yang bersifat eklusif, ektrem dan mutlak menjadi akar
konflik antara sesama umat Islam. Perang klaim kebenaran terjadi dalam dua
wilayah keislaman, pertama dalam ruang limgkup perbedaan pemahaman yang
bersifat variati-fiqhiyyah. Kedua, dalam aspek penyimpangan atau kesesatan
pemahaman/ajaran.
Oleh karena itu perlu adanya paradigma pemahaman Islam
yang bisa memberikan penguatan ukhuwwah
Islamiyyah, wathaniyyah dan insaniyyah, salah satunya pendekatan moderasi Islam. Moderasi Kata
moderasi berasal dari Bahasa Latin yang berarti keÂÂsedangÂÂan (tidak kelebihan dan
tidak kekurangan). Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata
wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengahÂÂtengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip,wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam
bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaikâ€Â. Kata al-wasathiyah (الوسطية)
dalam bahasa Arab adalah dari kata al-wasath
(الوسط) yang diterjemahkan secara bahasa dengan makna pertengahan. Maka manhaj
wasathiyah sering dimaknai sebagai pendapat pertengahan di antara dua atau
lebih pendapat yang berbeda. Dan sering juga dianggap sebagai pendapat moderat.
. Dalam Mufradât Al-fâzh Al-Qur’ân Raghib
Al-Isfahani (Jil. II; entri w-s-th) menyebutkan secara bahasa bahwa kata
wasath ini berarti, “Sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya
sebanding.â€Â. Kata ini terdapat pula dalam QSAl-Baqarah ayat 143. Dalam ayat itu
disebutkan wa kadzâlika ja‘alnâkum
ummatan washatan… (Dan demikianlah kami jadikan kalian sebagai umat yang
“wasathâ€Â…). Bahkan kangjeng Nabi pernah mengeluarkan hadis, “ Sebaik-baiknya urusan yang pertengahan “..
Islam Wasathiyah, menurut MUI, ajaran Islam
sebagai rahmatan lil alamin, rahmat
bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah†untuk
terwujudnya umat terbaik (khairu ummah).
Allah SWT menjadikan umat Islam
pertengahan (wasath) dalam segala
urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan
praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki 10 ciri-ciri sebagai
berikut; Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan
pengamalan yang tidak ifrath
(berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama);Tawazun
(berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang
yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam
menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan
ikhtilaf (perbedaan). I’tidal (lurus dan tegas), yaitu
menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
secara proporsional; Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui
dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek
kehidupan lainnya; Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada
yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.
Prinsip syura (musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan
dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan
kemaslahatan di atas segalanya.Ishlah (reformasi), yaitu
mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang
mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan
umum (mashlahah ‘amah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi
al-ashla.. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), yaitu kemampuan
mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk
diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah; Tathawwur
wa Ibtikar (dinamis dan inovatif), yaitu selalu terbuka untuk melakukan
perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru
untuk kemaslahamatan dan kemajuan umat manusia. Dan Tahadhdhur (berkeadaban),
yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas
sebagai khairu ummah dalam kehidupan
kemanusiaan dan peradaban.
Moderasi Islam merupakan pemahaman Islam moderat, dengan gagasan menentang
segala bentuk kekerasan, melawan fanatisme, ekstrimisme, menolak intimidasi,
dan terorisme. Moderasi Islam adalah Islam yang toleran, damai, dan santun,
tidak menghendaki terjadinya konflik serta tidak memaksakan
kehendak. Nurcholish Madjid atau biasa dikenal dengan panggilan Cak Nur, memberikan
pemahaman terkait dengan "ummatan
washatan", yaitu kelompok masyarakat yang punya karakteristik moderat,
dengan sikap-sikap moderasi, sebagai ciri utamanya dalam menghadapi berbagai
konflik dan konfrontasi yang disebabkan karena perbedaan. Moderasi Islam juga
menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Inilah
ciri-ciri dari moderasi Islam yang saat ini semakin relevan untuk kita
galakkan, tidak hanya dalam akidah, tapi juga dalam hal ibadah dan muamalah.
Moderasi Islam adalah metode pemahaman keagamaan yang menekankan sikap washatan (jalan tengah); tidak terlalu
ekstrim (melampaui batas). Ia berupaya menempatkan Islam sebagai solusi
terhadap masalah-masalah sosial kemanusiaan menurut ruang dan waktunya. Islam
harus bisa menjawab tantangan modernitas yang sedemikian kompleks, tetap
berpegang kepada tradisi masa lalu dan bisa menerima nilai-nilai baru yang
dianggap lebih baik.
Berdasarkan prinsip-prinsip moderasi Islam tersebut, maka ada beberapa langkah strategis yang harus dilakukan oleh para da’i dalam berdakwah antara lain, pertama, materia dakwah tentang urgensi toleransi (tasamuh) harus terus digelorakan, dan urgensi harus saling menguatkan ukhuwah Islamiyyah, ukhuwah wathaniyyah dan ukhuwah insaniyyah demi keutuhan NKRI dan terhindar dari disintegrasi bangsa. Para da’i harus menempatkan ukhuwah ditas segala perbedaan mazhab dan kemajukan bangsa. Kedua, pentingnya untuk terus menghampanyekan materi dakwah untuk menghargai perbedaan mazhab, adabul ikhtilaf, dan adanya teologi ekslusif dan teologis pluralis, “ pendapat kita benar, tapi pendapat yang lain juga mungkin juga benar “. Ketiga, Penting untuk terus menggelorakan dakwah yang sejuk, indah, merangkul dan damai, sebagai agama rahmatan lil ‘alamien. Keempat, para da’i harus terus mengembangkan dakwah bil IT untuk menguatkan narasi menguatkan kualitas akhlak karimah dan ibadah para jamaahnya, agar terwujud umat yang mempunyai kualitas keimanan dan keilmuan yang keren. Wallahu ‘alam bissawab